LIDAH & JIWA

Satu Tempat untuk Pecinta Makan, Seni, dan Minat Pribadi

Rasa Unik Kabuto
KULINER

Rasa Unik Kabuto

Rasa Unik Kabuto , KENDARI – Sulawesi Tenggara (Sultra) menyediakan beragam masakan tradisional yang unik. Sionggi, Sate Pekoja, Luluto, Kandapi sampai Ikan Kapinda. Selain hidangan yang disebutkan sebelumnya, Sulawesi Tenggara memiliki masakan khas yang dikenal dengan nama Kabuto. Kabuto merupakan makanan tradisional yang berasal dari Kabupaten Muna. Kata Kabuto berasal dari bahasa Muna yang memiliki makna hancur atau membusuk. Terbuat dari umbi kayu/umbi batang atau singkong. Kabuto telah menjadi bahan utama alternatif beras yang memiliki rasanya sendiri. Kebiasaan tersebut telah terjadi sejak masa lalu hingga saat ini.

Merujuk pada beberapa sumber, pertama kali munculnya kabuto sebagai bahan pangan cadangan mencerminkan kebijaksanaan masyarakat setempat dan perspektif mereka terhadap budaya Muna. Jika hasil pertanian tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar, maka kabuto digunakan sebagai pengganti makanan. Kabuto dapat disimpan selama periode yang lama. Keberadaan kabuto mencerminkan kemampuan masyarakat Muna dalam menghadapi lingkungan alami.

Kabuto diproduksi secara bertahap dan memerlukan waktu sebelum dapat dinikmati. Keadaan ini menggambarkan semangat tidak mudah menyerah, kesabaran, usaha yang tekun, ketekunan, serta kemampuan untuk mandiri. Sifat ini yang telah dipelajari secara turun-temurun oleh masyarakat di Kabupaten Muna. Kabuto umumnya dihidangkan baik pada perayaan tradisional maupun sebagai makanan harian.

Penduduk Kecamatan Muna Barat (Mubar), Wa Ode Naana memperjelas proses pembuatan kabuto.

Pertama-tama, kupas umbi ketela dari lapisan kulitnya.

Ubi kayu kemudian dikeringkan dengan paparan sinar matahari.

Pengeringan umbi singkong dilakukan selama tiga hari.

Tiga hari kemudian, kentang dimasukan ke dalam karung, dikikir, lalu disimpan.

“Untuk mendapatkan hasil yang baik, simpan di dalam kantong tebal,” katanya, Minggu (26/7/2025).

Kentang yang sedikit kering tersebut disimpan di dalam karung berlapis tebal selama dua hari.

“Bila jamur telah tumbuh, ambil dari kantongnya, bisa dikeringkan kembali atau cukup dibawa angin saja,” ujarnya.

“Hindari menggunakan kantong yang tipis dan tidak berkualitas. Gunakan kantong yang tebal agar dapat menjaga panas di dalamnya, sehingga jamur tumbuh lebih cepat,” katanya.

Agar kualitasnya tetap baik, simpan di dalam karung dan jangan biarkan selama lebih dari tiga malam.

Ia mengatakan bahwa jika penyimpanannya terlalu lama di dalam karung, kualitas umbi menjadi buruk atau rasanya akan terasa pahit.

“Tidak boleh melebihi tiga malam, kelak akan terasa pahit. Jadi tidak nyaman,” katanya.

Ubi yang telah dikeringkan dan disimpan memiliki warna putih keabuan.

“Baru diikat biarkan saja. Jika masih basah, cukup dikibaskan angin, yang penting hingga jamur itu menghilang,” katanya.

Katobu juga telah siap untuk dipasarkan serta diolah menjadi bahan makanan, minuman, dan berbagai jenis olahan lainnya.

Harga cabai di Desa Latugho, Kecamatan Lawa, Muna Barat yaitu Rp10 ribu untuk tiap 10 batang.

“Saat ini sedang musim tertentu. Harga kabuto bergantung pada situasi pasar, jika tersedia dalam jumlah besar maka harganya murah, tetapi jika langka akan lebih mahal,” katanya.

Rasa Unik Kabuto
Cara Memasak Kabuto

Penduduk Kecamatan Muna, Wa Ode Meko memberikan penjelasan tentang metode pengolahan kabuto.

Terdapat tiga metode dalam mengolah kabuto.

Pertama, helm dipecahkan dan dipangkas pendek dikenal sebagai kantinibhera.

Kedua, dihancurkan secara kasar atau dikenal sebagai hogo-hogo.

Ketiga, dihancurkan hingga lembut, dikenal sebagai kantofi.

Untuk menyajikan kantinibhera, Kabuto perlu dicelupkan terlebih dahulu selama beberapa jam.

“Kabuto biasanya saya siapkan di rumah semalaman, lalu diproses keesokan harinya. Rasanya kenyal,” katanya, Jumat (25/7/2025).

Setelah dibiarkan merendam, kulit kerasnya dikupas dan kemudian dipotong sesuai keinginan.

Kabuto yang telah dibersihkan dimasak menggunakan alat pengukus sampai menjadi matang.

Di samping itu, bahan dapat segera dibuka kulitnya serta dipotong-potong, lalu dimasak dengan air.

Berikut adalah beberapa variasi parafraze dari kalimat tersebut:
1. Selanjutnya, proses memasak hogo-hogo dilakukan dengan mengupas terlebih dahulu, lalu cabai dibuat kasar atau dipotong halus.
2. Setelah kulitnya dilepas, hogo-hogo kemudian digiling atau dipotong tipis untuk dimasak.
3. Untuk menyiapkan hogo-hogo dalam masakan, pertama-tama buang kulitnya, lalu potong menjadi irisan kecil atau cincin.
4. Cara pengolahan hogo-hogo yaitu dengan melepaskan kulitnya terlebih dulu, selanjutnya iris secara kasar atau sangat tipis.
5. Hogo-hogo yang sudah dikupas dapat disiapkan dengan cara dicacah atau dipotong tipis sebelum dimasak.
Jika ada konteks tambahan seperti jenis hidangan atau bumbu tertentu, saya bisa membantu membuat versi lebih spesifik lagi.

Potongan atau serpihan ini dimasak dengan cara direbus hingga matang tanpa penambahan garam maupun bumbu lainnya.

Keripik-keripik dihidangkan dengan parutan kelapa.

Saat mempersiapkan kantofi, bahan Kabuto yang telah dihancurkan menjadi halus diberi sedikit air.

Masukkan air secara perlahan-lahan sampai adonan membentuk gumpalan (dapat digenggam tanpa mudah berantakan).

Produk Kabuto umumnya ditempatkan dalam wadah berbentuk kerucut yang dibuat dari anyaman daun kelapa.

Dulunya orang tua sering memasak kantofi menggunakan wajan tanah liat.

Memasaknya dilakukan dengan menggunakan api dari kayu bakar.

Sekarang ini, semakin sedikit orang yang menggunakan periuk tanah liat untuk memasak kentutu.

Seperti halnya hogo-hogo, kantofi juga dihidangkan dengan parutan kelapa yang memperkaya rasanya saat dinikmati.

Kabuto dapat dihidangkan dalam beragam cara memasak ikan, misalnya ikan asin yang digoreng atau dibakar, serta kapinda.

Sayur dapat terlihat jernih dengan campuran mangga muda dan daun kelor atau tumisan bunga mangga.


Cara Menemukan Kuliner Kabuto

Banyak kura-kura yang telah siap untuk dimasak tersedia di pasaran dan warung makan.

Di Kabupaten Kendari, masakan tradisional tersebut dapat ditemui di Kedai Ratu Alam, berlokasi di Jalan Poros KM 40, persis di sebelah belakang Polda Sultra.

Di Kabupaten Muna, produk Kabuto bisa ditemukan di lapak-lapak yang terletak dekat Pelabuhan Nusantara Raha maupun Tugu Jati.

Harga Kabuto di Toko ditawarkan seharga Rp5 ribu per kemasan, belom termasuk pelengkap makanannya.

Pengunjung Toko, Rabiatul Al Adawiah, menyebutkan bahwa rasanya Kabuto sangat lezat.

“Pokoknya enak, rasanya bercampur beragam, renyah sekaligus lembut, terlebih dengan parutan kelapa,” katanya.

Di Kota Muna, masakan tradisional ini umumnya dijajahkan oleh pedagang buah dan sayuran keliling, sehingga dapat segera dinikmati.

Kamu juga dapat menjumpai hidangan Kabuto di berbagai lokasi sepanjang jalur utama Muna-Muna Barat-Buton Tengah.

Bila kamu ingin membangun sebuah warung makanan kecil, gerobak jajanan, atau kedai kopi sendiri di rumah, kamu dapat membeli Kabuto dari pasar.

Kemudian menyiapkan kabuto dengan metode pengolahan seperti yang telah diterangkan.


Kabuto Diterima sebagai Warisan Budaya Tak Berwujud

Kebanggan tambahan, kabuto telah terdaftar sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) di Sulawesi Tenggara.

Departemen Budaya, Penelitian, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) menentukan Kabuto sebagai WBTT tahun 2024.

Sertifikat WBTB diserahkan kepada Plt Gubernur Sulawesi Tenggara, Andap Budhi Revianto, di Jakarta pada hari Sabtu (16 November 2024).

Kedatangan Katobu memperluas daftar Warisan Budaya Tak Benda yang ada di Sulawesi Tenggara.

Sekarang, provinsi yang dikenal sebagai Bumi Anoa memiliki 37 Kebudayaan Non-Bendawi.

Tiga puluh tujuh WBTB yang dimaksud adalah Kalosara, Kaganti, Lariangi, Kaghati, Mosehe, Lulo, Karia, dan Tari Linda.

Kantola, Kerajaan Malige Buton, Kaago-Ago, Kamohu, Banya Tada, Dole-Dole, Ewa Wuna.

Desa Kabanti Kaluku Panda, Tanduale, Kamohu Wuna/Tenun Muna, Lulo Ngganda, Pakande-Kadea.

Balumba, Tenun Konawe, Tandaki, Kabanti, Lumense, Kabuenga, Mondotambe, serta Mewuwusoi.

Baru-baru ini, Kabuto, Haroa, Tari Galangi, Gola Ni’ i, Bilangari, Kasambu, Pogoraa Adhara, Mowindahako, dan Sajo Moane. (*)


(/Sitti Nurmalasari)

LEAVE A RESPONSE

Your email address will not be published. Required fields are marked *