Warga kota Surakarta dihebohkan oleh pernyataan warung makan terkenal, Ayam Goreng Widuran, yang menginformasikan tentang penggunaan bahan tidak halal dalam salah satu menu masakannya.
Kontroversi muncul setelah manajemen Ayam Goreng Widuran menyampaikan informasi itu secara langsung, baik melalui platform media sosial ataupun dengan memposting pernyataan di tempat bisnis mereka.
Pernyataan ini langsung menimbulkan beragam tanggapan di kalangan penduduk, karena warung makan itu sudah lama menjadi bagian penting dalam sejarah masakan Kota Surakarta semenjak didirikan pada tahun 1973.
Seorang pegawai dari Ayam Goreng Widuran bernama Ranto menyebut bahwa para pemimpin perusahaan telah memberitahu secara resmi bahwa restoran itu tidak halal.
Ranto menjelaskan bahwa sudah diberi penjelasan tentang hal-hal yang tidak halal dan telah mendapatkan rekomendasi untuk produk-produk tersebut. Menurut dia, penting sekali memperhatikan bagian kreme yang tidak halal itu.
Meskipun begitu, Ranto menggarisbawahi bahwa sebagian besar pengunjung restoran itu adalah masyarakat non-muslim.
“Kebanyakan (pelanggan) nonmuslim, tapi yang muslim juga ada tapi sudah dikasih pengertian,” lanjutnya.
Berdasarkan pengamatan, kedai makan yang berada di Jl. Sutan Syahrir, Kelurahan Kepatihan Kulon, benar-benar diminati banyak konsumen. Setelah menjadi perbincangan luas, spanduk restoran tersebut kemudian dirubah untuk menyatakan bahwa menu mereka tidak halal.
Demikian juga pada media sosial dari warung makan tersebut yaitu
akun
@ayamgorengwiduransolo sudah menyatakan bahwa produknya tidak halal.
“Pemberitahuan kepada semua konsumen Ayam Goreng Widuran, kami mengungkapkan penyesalan terdalam karena adanya keributan yang tersebar melalui media sosial baru-baru ini. Kami sadar bahwa situasi tersebut menimbulkan ketidaknyamanan bagi publik. Langkah pertama kita adalah dengan mencantumkan informasi NON HALAL secara jelas di setiap cabang serta akun media sosial resmi kami. Harapan kami, masyarakat bisa memberikan kesempatan pada kami untuk melakukan perbaikan dan pembenahan dengan niat baik. Salam hormat dari manajemen Ayam Goreng Widuran,” demikian tertulis dalam unggahan pengumuman di Instagram @ayamgorengwiduransolo.
Banyak Pihak Merasa Tertipu
Banyak orang merasa kecewa dengan kurangnya transparansi dalam informasi manajemen waralaba Ayam Goreng Widuran. Warung ayam goreng ini didirikan pada tahun 1973 dan kini sudah mempunyai dua gerai di Surakarta.
Harga ayam goreng di tempat makan ini cukup beragam, berkisar antara puluhan ribu sampai dengan ratusan ribu rupiah. Cabang tokonya tidak hanya terletak di Jalan Sutan Syahrir saja, tetapi juga tersebar di beberapa daerah lainnya seperti Jalan Arifin Ruko Sudirman, Kecamatan Pasar Kliwon, Solo serta Jl. Imam Bonjol, Pemecutan Klod, Denpasar Barat, Bali.
Sedari awal beroperasi, kedai tersebut telah memikat banyak konsumen dan terkenal menjadi destinasi utama untuk para penggemar masakan. Berita tentang pemakaian bahan tidak halal di warung itu mengecewakan sejumlah orang.
Salah satu orang yang merasakan hal tersebut adalah anggota Komisi IV DPRD Kota Surakarta, Sugeng Riyanto. Dia sangat kecewa karena tak menerima pengumuman apapun dari pihak penjual sebelum kedatangan mereka di tempat itu.
“Saya sendiri adalah salah satu korban serta anggota Komisi IV. Sekitar dua minggu yang lalu, setelah melakukan inspeksi mendadak, seorang teman mengusulkan untuk makan siang di sebuah warung, dan kami percaya bahwa makanannya halal. Oleh karena itu, kami membawanya pulang dalam kemasan. Beberapa hari kemudian, beredar informasi tentang hal tersebut,” jelas Sugeng.
“Saya sendiri dan Komisi IV DPRD Solo merasa dirugikan karena pihak penjual tidak menyediakan informasi yang cukup mengenai produk tersebut sebagai non-halal,” tambahnya.
Sugeng menjelaskan bahwa ketika memesan makanan, orang yang melakukan pesanan adalah staf dari Komisi IV dan dia mengenakan kerudung. Akan tetapi, tak ada keterangan dari pihak penjual tentang fakta bahwa produk masakan mereka dibuat dengan bahan dasar yang tidak halal.
Peristiwa serupa pun dirasakan oleh Walikota Surakarta, Respati Ardi, yang menyatakan bahwa keluarganya sendiri adalah pengunjung setia dari rumah makan itu.
Respati mengatakan bahwa Ayam Goreng Widuran adalah tempat favorit mantunya yang sudah meninggal. Dia juga tak menyangkal telah mencoba masakan di sana sebelumnya. Namun, dia merasa sangat kecewa dengan sikap tidak jujur manajemen restoran itu.
“Ayam goreng itu adalah favorit mantunya almarhum mertua saya. Seluruh keluarga merasakan kekecewaaannya,” jelas Respati.
Warung Ayam Goreng Widuran Tutup Sementara Temporer
Pertentangan seputar bahan baku tidak halal yang dipergunakan oleh Warung Ayam Goreng Widuran menarik perhatian Pemkot Surakarta. Wali Kota Surakarta, Respati Ardi, beserta timnya melakukan inspeksi mendadak di sebuah cabang restoran itu pada hari Senin (26/5/2025).
“Saya baru saja diresmikan dengan hangat oleh petugas yang sedang bertugas serta berbicara langsung dengan pemilik bisnis melalui telepon. Sebaiknya kita mulai dengan menunda sementara proses ini agar Dinas Terkait dapat melakukan evaluasi lagi tentang halal atau haramnya,” jelas Respati.
Menurut Respati, setiap detail tentang isi produk harus dijelaskan secara transparan kepada konsumen.
“Bila benar menyatakan halal mohon untuk mengajukannya. Jika tidak, harap sampaikan bahwa tidak halal. Kami akan mengevaluasi hasil peninjauan dari BPOM dan Kemenag serta melakukan verifikasi melalui instansi yang berkaitan. Mulai saat ini, saya minta agar proses tersebut dihentikan sejenak. Pemilik pun berterimakasih atas pengertiannya,” tuturnya demikian.
Deputi Kepala Lembaga Pengawas Jaminan Produk Halal (BPJPH), Afriansyah Noor, memberikan tanggapannya terhadap masalah yang sedang hangat dibicarakan akhir-akhir ini.
Dia menyebutkan bahwa para pengusaha yang membuat barang dengan bahan-bahan haram harus menuliskan informasinya secara transparan. Jika tidak melakukannya, mereka akan menerima denda atau hukuman.
“Untuk para pengusaha yang tidak menyertakan keterangan tentang ketidakhalan, akan dikenakan sanksi dalam bentuk peringatan tertulis dan mereka diwajibkan untuk mengambil produknya dari pasaran hingga pencantuman keterangan ketidakhalaan tersebut, sesuai dengan Pasal 185 Peraturan Pemerintah 42,” terang Afriansyah saat diwawancara pada hari Senin (26 Mei 2025) lalu.
“BPJPH menyampaikan informasi tentang barang-barang yang terkena hukuman kepada publik melalui saluran elektronik, jejaring sosial, atau media berbentuk kertas,” lanjutnya.